Judul                       : Menulis dengan Hati

Resume ke              : 26

Gelombang             : 29

Tanggal                  : 23 Agustus 2023

Tema                      : Writing By Heart

Narasumber            : Mutmainah, M.Pd.

Moderator              : Widya Arema, M.Pd.

 

Dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali

Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati. Uhuyyy..

 

Hati adalah Raja, sedangkan anggota tubuh adalah prajuritnya.

 

Kita merasai senang, suka, sedih, bingung, khawatir, bahkan jatuh cinta dan patah hati menggunakan hati. Hearth.

 

Segala yang kita sampaikan dari hati, maka akan sampai ke hati pula.

 

Bagaimana jika menulis dengan melibatkan hati, apakah akan sampai pula ke hati pembacanya?

Sure.... Pasti....

 

Terus bagaimana caranya?

Sulitkah?

Tekniknya apakah sama?

 

Agar segala tanya tak membuat hati gundah gulana, ayoo masuk kelas saja.

 

Malam ini kita akan menarikan tinta seiring kata hati, mencurahkan kisah membidik hati agar berbunga.  See  you to night.

Kata-kata di atas merupakan tulisan dari hati seorang moderator yang memberikan semangat buat kami peserta Kelas Belajar Menulis Nusantara ke-29 malam ke 26.

 

Narasumber ibu Mutmainah, M.Pd. berprofesi sebagai pengajar, penulis, kurator, dan editor. Berikut materi yang disampaikan:

 

Apa itu Writing by Heart?

 

Sejatinya menulis adalah keterampilan tertinggi setelah membaca dan berbicara.

 

Menulis dengan hati artinya jadikan hati sebagai inspirasi saat menulis. Jadikan hati sebagai sumber untuk mengolah ide dan inspirasi yang disampaikan melalui tulisan.

Otak dan pikiran hanyalah alat dari proses menulis yang bersumber dari hati tersebut.

 

Tulisan adalah jiwa, setiap yang berjiwa pasti bisa menulis, tulisan dengan hati akan sampai ke hati.

 

Tips menulis degan hati menurut narasumber yakni, melibatkan emosi, melibatkan panca indera, mulailah menulis dengan apa yang kita suka, lakukan dengan tulus tanpa mengharapkan pujian dari oang lain, who dan do, read dan read,  jujur, dan konsisten.

 

1. Libatkan emosi.

 

Emosi yang dimaksud disini adalah emosi yg positif ya....

Tulis apa saja yang kita rasakan, kita amati, dan kita dengarkan. Tulis semuanya apa adanya, tanpa perlu diedit terlebih dahulu.

 

Jika kita menulis sambil mengedit tulisan kita tidak akan  jadi.

Saat menulis libatkan emosi kita. Beri warna dan rasa pada tulisan kita.

Saat kita menuliskan tentang kesedihan gambarkan kesedihan itu. Bagaimana rasanya sedih, tulis saja seperti kita sedang berbicara curhat pada  sahabat kita jika kita sedang sedih.

Saat kita sedang marah sampaikan rasa amarah itu dalam kata kata. Sehingga seolah pembaca merasakan aura kemarahan kita.

 

2. Libatkan panca indera.

 

Tiga sahabat itu meringkuk ketakutan. Di tengah samudra biru, mereka terombang-ambing di atas kapal yang sudah lubang sana sini. Tangan mereka terikat jaring dengan kuat, sementara mulut kelu dalam gigil kedinginan.

Dari kejauhan

sesosok makhluk yang besar semakin mendekati mereka.

 

Makhluk itu sangat besar, tingginya melebihi pohon kelapa. Badannya sebesar gedung tingkat delapan. Surainya mencuat tinggi berwarna keperakan disinari matahari. Entah makhluk apa yang mereka lihat. Matanya yang merah menampakkan amarah. Makhluk itu menghantamkan ekornya dengan kuat.

 

Byuuuurrrr, seketika air laut bergejolak setinggi 30 meter. Baju mereka basah kuyup, rasa dingin bukan masalah terbesar mereka.

Tapi tatapan marah ikan itu. Ikan itu semakin mendekati mereka. Satu ayunan sirip lagi, akan tiba dihadapan mereka.

 

Ooh bagaimana nasib ketiga sahabat itu selanjutnya?

 

3. Tulis sesuatu yang kita sukai.

 

Bagaimana kita menggambarkan orang yang kita sukai. Hemmm pasti paket lengkap untuk mendeskripsikannya.

Mulai wajahnya  penampilannya, sikapnya. Bahkan senyumnya pun kita bisa melukiskannya dengan jelas.

Kenapa bisa seperti itu?

Kuncinya karena SUKA

 

Menulis adalah soal perasaan. Tidak cukup hanya pengetahuan, seorang penulis harus memiliki pemahaman. Pemahaman dimulai dari memahami diri sendiri baru memahami orang lain.

 

Penulis yang punya rasa akan menjadi sensitif dan mampu menangkap banyak hal. Efek ke tulisan, tulisannya akan menjadi lebih dalam dan dapat dimaknai oleh pembaca karena menyentuh pembaca. Dengan melibatkan rasa, penulis akan merasakan pengalaman keterlibatan sesuatu yang menggelegak dari dalam dirinya dan hal itu kemudian akan ditangkap oleh pembacanya. Merasa nggak?

Menulis adalah seni. Seni adalah keindahan. Seni adalah kreativitas. Seni juga bisa berarti jalan. Dengan seni, penulis memiliki jalan yang otentik di dalam karya-karyanya yang sulit ditiru oleh orang lain. Jadi hal ini adalah sebuah ciri khas mendalam dari penulis.

 

4. Jangan Mengharap Pujian.

 

Saat kita menulis, curahkan semua hati dan pikiran kita untuk kebaikan diri kita dan orang lain, tidak perlu mengharapkan pujian. Jika seseorang membaca tulisan kita dan merasakan kepuasan dari tulisan kita dia akan memberikan tanggapan positif terhadap diri kita.

 

Jika kita menulis hanya karena pujian, orientasi kita bukan pada segi manfaat tulisan kita.

Tapi semata mata karena ingin dipuji.

 

Dan saat tulisan kita sepi dari pujian maka kita akan badmood bahkan malas untuk menulis.

 

5. Who dan do.

 

Who artinya kenali siapa yang akan membaca tulisan kita.

Jika kita ingin tulisan kita mengena pada remaja maka posisikan diri kita sebagai remaja. Mulai dari gaya bahasa, topik dan hal- hal yang lagi digandrungi remaja.

Jadikan diri bpk/ibu sebagai pembaca.

 

Do artinya pesan apa yang ingin kita sampaikan pada pembaca. Dengan harapan pembaca akan melakukan apa yang kita tulis dan kita harapkan sesuai tujuan tulisan kita.

 

6. READ AND READ.

Seorang penulis hendaknya suka membaca.

Ibarat kendaraan maka membaca adalah bahan bakar seorang penulis. Dengan membaca kita akan kaya akan ide, bahasa dan bahan menulis.

 

Dikutip dari Rencanamu.id (24/09/18), hasil dari penelitian Stephen D. Krashen dalam bukunya yang berjudul Writing: Research, Theory, and Application, bahwa ada hubungan antara kegiatan membaca dan menulis. Responden yang merupakan para penulis itu ternyata gemar membaca sejak kecil dan mengaku sudah terbiasa menulis sejak masih sekolah.

 

Jadi, semakin banyak seseorang membaca, wawasan dan pengatahuannya pun akan semakin luas, sehingga memiliki banyak referensi atau ide untuk menulis. Dengan kata lain, tiap kalimat yang dituliskan akan mengalir mudah, karena sudah mempunyai bekal informasi.

 

7. JUJUR

 

Mulutmu bisa berbohong tapi tulisanmu tidak.

 

kata orang apa yang tertulis tak mampu berbohong bahwa tulisan adalah isi hati penulis, saat matamu bisa berbohong maka tulisanmu tidak, artinya tulisan kita adalah gambaran dari kita

 

8. Konsisten.

 

Poin yang ke 8 ini sangat mudah dikatakan tapi susah dilakukan.

Ibarat berjalan selalu ada karang  yang menghadang

Angin badai menerpa, meruntuhkan kesadaran

tapi yakinlah itu semua hanya kerikil tajam sandungan

Kan memperkokoh genggaman tangan dalam satu TUJUAN yakni menjadi penulis.

 

Manfaat menulis dengan hati:

1. Lebih menyentuh pembaca

 

Tulisan yang dihasilkan dari luapan emosi, akan lebih menggugah pembaca. Sebaiknya tulisan yang datar, akan terasa membosankan.

 

Saat menulis, Anda tidak hanya memproduksi kata-kata, namun Anda tengah memproduksi rasa. Maka hadirkan perasaan dan emosi positif saat menulis. Instal dalam diri Anda emosi positif sehingga membanjiri diri Anda selama proses menulis. Emosi positif ini akan membimbing untuk terus menerus mengeluarkan kata-kata. Coba rasakan tulisan Anda yang terbimbing oleh emosi positif, pasti sangat berbeda dengan apabila tulisan terbimbing oleh emosi negatif.

 

2. Ketika kita sedang menulis sebuah novel sepenuh jiwa, maka tulisan tersebut akan memiliki nyawa dan seolah-olah bisa dirasakan secara nyata oleh pembaca. Kita pasti pernah membaca sebuah buku yang membuat kita merasa masih larut dalam cerita meskipun sudah selesai membacanya? Bisa jadi penulis buku tersebut sangat menjiwai tulisannya.

 

3. Lebih mudah menyusun cerita.

 

Tentu kita pernah merasakan Writer Block. Tak ada ide menulis.

Jangankan menulis paragraf. Membuat kalimat saja kadang tak terangkai.

Maka cobalah menulis dengan hati.

 

Tulis semua yang ada disekeliling kita, rasakan dengan indera kita.

Tulis saja, tanpa mengindahkan kaidah penulisan.

Tulis seolah kita berbicara.

Menulislah dengan berbagi rasa lewat abjad, dan menyentuh hati pembaca lewat tulisan.

 

 

Dari kedua tulisan ini memiliki berbedaan, yakni tulisan pertama ditulis dengan tidak menggunakan hati atau perasaan sementara tulisan yang kedua ditulis dengan hati atau perasaan.

 

1. Hari ini hujan turun dengan lebat. Budi sang penjual koran duduk kedingian di trotoar dengan menahan rasa lapar.

 

2. Awan mendung terlihat menghitam, suara tetesan hujan semakin menderas. Sesekali terdengar cahaya kilat dan suara petir memekakkan telinga. Si budi kecil penjual koran, menggigil dalam beku. Matanya perih menahan tetesan hujan. Mulutnya membiru, seakan membeku. tangan dan kakinya kelu dan lunglai menahan lapar seharian. Tuhan berikan rezeki untuk bisa kumakan hari ini pintanya syahdu memandang awan kelabu.

 

Sungguh berbeda, tulisan kedua memiliki makna yang mendalam.

 

Diakhir materi narasumber memberi tantangan kepada kami untuk menuliskan satu paragram dari gambar yang dia kirimkan :

 


Beginilah jawaban dariku:

Seorang anak yang tertidur di atas jembatan, disana terdapat orang mundar mandir. Tidak sedikit orang yang memiliki rasa kasihan terhadap anak ini dengan memberikan sedikit rezekinya. Dimanakan kedua orang tua dari anak ini yang seharusnya memberikan hak dari semua yang dia butuhkan. Apakah dia termaksud anak yang tereksploitasi dari kedua orang tuanya untuk mencari rezeki dengan cari seperti ini, atau adakah alasan lain yang membuat seperti ini. Hanya anak yang di dalam gambar inilah yang mengerti akan jawaban yang sesungguhnya?

 

#SALAM LITERASI#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Melintas.id Media Online Bagi Penulis